Mengenal Everest Base Camp
Trekking ke EBC – Pada tanggal 6 – 23 Oktober kemaren, saya beserta rombongan yang berjumlah 10 orang pergi untuk menguji diri dengan melakukan perjalanan ke Everest Base Camp. Sebelum menceritakan lebih jauh, ada baiknya saya memperkenalkan Everest Base Camp terlebih dahulu. Everest Base Camp, sering disebut dengan EBC, terletak di pegunungan Himalaya dan merupakan pegunungan yang sangat populer karena merupakan gunung tertinggi di dunia. Tinggi puncak tertinggi di pegunungan Himalaya adalah Puncak Everest (8.848 m di atas permukaan laut) dan seringkali foto – fotonya membuat saya takjub dan kagum akan maha karya Tuhan ini. Everest Base Camp terletak di provinsi Solukhumbu (merek menyebutnya Solukhumbu District). Provinsi ini dihuni oleh berbagai suku dan budaya, dengan salah satu suku yang terkenal dan paling dihormati adalah suku Sherpa. Cara hidup suku Sherpa merupakan suku yang paling mengenal, mengerti dan menjadi pendamping bagi orang – orang yang sedang bepergian di Himalaya. Setiap tahunnya, ribuan Sherpa menjadi guide bagi para trekkers, dan mempertaruhkan hidupnya, untuk membawa mereka menaklukkan puncak Everest ataupun puncak gunung lain di Himalaya, seperti Lhotse (8.501 m), Cho-oyu (8.021 m) atau Makalu (8.563 m).
Summary
Perjalananan ke Everest Base Camp dimulai dari penerbangan abnormal ke bandara Tenzing – Hillary, yang dikenal sebagai salah satu bandara paling berbahaya di dunia. Menikmati perjalanan dan mengenal budaya suku Sherpa merupakan salah satu pengalaman yang paling berharga (baca juga : kata kata bijak) dari trekking ke Everest Base Camp. Kita akan disambut oleh senyum dan minuman hangat dari para penduduk lokal. Kita dapat tinggal di rumah – rumah penduduk dan akan disambut dengan keramahan dan makanan khas Nepal, dhal bat, sehingga kita merasakan bahwa kita sedang berada dalam saat – saat terindah di dalam hidup. Ketika melewati pedesaan, kita akan dikelilingi oleh keindahan alam dari pegunungan Himalaya. Pegunungan yang hijau, hutan yang lebat dan puncak – puncak gunung yang diselimuti salju akan membuat hati kita meleleh.
Tips
Air : Sebotol air minum dapat menjadi sangat mahal dalam perjalanan ke Everest Base Camp. Dari hari pertama, harga air minum hanyalah 10ribu per botol terus meningkat sampai mencapai angka 50ribu per botol. 1 botolnya berukuran 1 liter. Bahkan air panas saja dihargai 10ribu per botol. Untuk dapat menghemat uang, kita mungkin dapat menggunakan tap water atau membawa purifier straw yang dapat kita beli di Tokopedia. Lihat di sini.
Mandi : Mandi merupakan sebuah kemewahan ketika kita sedang melakukan perjalanan ke Everest Base Camp. Siapa sih yang bisa tidak mandi selama 13 hari? Kalau saya sih tidak bisa, ga tau kalau kamu. hehe. Untuk dapat menikmati air panas di Everest Base Camp, kita perlu menyiapkan sekitar 500 – 1000 Nepal Rupee (sekitar 65 – 130 ribu. kurs 1 NPR = 130 IDR). Jadi kalau kamu ingin melakukan penghematan dalam budget, mungkin kamu dapat mandi 2 atau 3 hari sekali. bukan 3 kali sehari ya Sobat Howie!
Layering : Layering merupakan hal yang sangat penting ketika kita memasuki negara dengan empat musim. Sangat jauh dengan musim yang ada di Indonesia, yang hanya terdiri dari 2 musim : musim hujan dan musim panas. Dimana negara Nepal memiliki musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim salju. Terkadang cuaca menjadi sangat menantang, karena suhunya dapat mencapai -10oC, ditambah lagi dengan angin yang bertiup kencang sehingga menambah wind chill factor. Berdasarkan pengalaman saya kemarin, layar IPhone saya menunjukkan suhu -18oC #lihatiphoneteman. Untuk mengatasi dinginnya cuaca, pakaian berlapis, dikenal dengan istilah layering, merupakan hal yang sangat ampuh. Pada umumnya, layering terdiri dari 3 bagian, yaitu base layer (lapisan dasar), insulting layer (lapisan tengah) dan shell layer (lapiran luar). Saya sendiri menggunakan 4 lapisan dengan detail berikut
- Lapisan 1 – base layer : saya menggunakan bahan dry fit sebagai lapisan dasar dari layering saya. Untungnya saya sering mengikuti event lari, yang mana selalu diberikan baju lari berbahan dry fit. Memang bahan dry fit merupakan pilihan paling tepat karena bahan ini ringan dan cepat kering. Saya sendiri membawa 13 buah baju lari saya untuk saya gunakan setiap harinya dalam perjalanan menuju Everest Base Camp. Ingin tau peralatan yang saya bawa? Komen di kolom yang ada di bawah dan subscribe blog ini :).
- Lapisan 2 – insulting layer : bahan polar menjadi pilihan saya untuk insulting layer ini. Bahan polar tersebut saya beli dari Uniqlo karena harganya yang murah dan menggunakan teknologi HEATTECH, yang terbukti dapat menjaga tubuh saya tetap hangat. Saya sih beli di tokonya di Kelapa Gading, tapi tadi saya coba cek ternyata dia juga jualan online di sini.
- Lapisan 3 – shell layer : shell layer merupakan sebuah lapisan untuk menjaga agar pakaian kita tidak basah karena hujan ataupun lembab karena angin. Pada umumnya shell layer mempunyai 2 fungsi, yaitu wind breaker dan water resistance / water proof. Mungkin dari namanya, kita sudah mengerti bahwa wind breaker akan membantu badan kita dari dinginnya angin. Kalau water resistance, berarti layer ini dapat bertahan pada hujan gerimis, sedangkan water proof berarti tahan terhadap air, bahkan hujan lebat sekalipun. Saya sendiri menggunakan jaket parka dari Uniqlo karena menggunakan BLOCKTECH yang tahan terhadap angin dan hujan.
Tenda : Ini kabar baik yang paling baik untuk orang – orang yang ingin ataupun mungkin suka naik gunung, tapi tidak ingin tidur di tenda. Ataupun tidak ingin membuang h*j*t di alam bebas. Di sepanjang perjalanan saya menuju Everest Base Camp selama 13 hari, saya selalu tidur di tea house. Tidak ada yang namanya tenda. Mungkin bagi beberapa orang hal ini akan dianggap bukanlah kegiata mendaki gunung? So what? Pada intinya orang mendaki gunung itu bukanlah sampai ke puncak dengan menggunakan tenda dan mengibarkan bendera bukan? Namun, menikmati hutan hijau dan menikmati gunung bersalju, dan terhilang lalu ditemukan kembali merupakan tujuan utama saya. Jadi di sepanjang perjalanan, kamu akan tinggal di tea house yang telah diatur oleh operator. Saya sendiri selalu 1 kamar dengan Jimmy Sihombing (wakil Bupati Dairi periode 2019 – 2024. cek ignya di sini).
Kualitas tea housenya menurut saya bagus, layaknya kamar hotel bintang 1. Bahkan beberapa di antaranya memiliki air panas. Yang menakjubkan adalah 1 kamarnya hanya seharga 1000 NPR (130ribu per malamnya). Oleh karena itu, tea house mewajibkan kita untuk membeli makanan dari restaurant mereka karena itulah sumber keuntungan utama mereka. Namun kamu perlu menyiapkan mental, karena kualitas tea house akan semakin menurun ketika kita semakin mendekati EBC. Bahkan di Gorakshep, hampir tidak ada ruang untuk meletakkan duffle bag kami yang super besar itu!
Porter : Tidak ada yang namanya Porter di Nepal. Loh?! Bukannya ada?! Jangan kaget! hehe. Orang – orang di Nepal, mengenal juga memberikan jasa untuk menjadi pemandu dan mengangkut barang para pendaki. Profesi ini dikenal dengan istilah Sherpa. Jadi kalau nanti kamu ketemu kata Sherpa, kamu dapat mengerti bahwa Sherpa berarti orang yang memandu dan membantu kita untuk mengangkat barang bawaan kita. Satu orang Sherpa dapat membawa barang seberat 30 kg. Dengan kapasitas seperti itu, seorang Sherpa dapat membantu dua orang pendaki dengan berat bawaan masing – masing pendaki sebesar 15 kg.
Ada pertanyaan lagi. Memang 15 kg cukup? Ya cukup – cukupin ajalah. Kamu jangan bawa lemari, rice cooker, hair dryer ataupun barang – barang berat lainnya. Walaupun pada kenyataannya saya sendiri membawa barang dengan berat hampir 24 kg. Berat tersebut kemudian didistribusikan sebagai berikut : 15 kg di bawa oleh Sherpa, 5 kg saya bawa sendiri dan 4 kg lainnya dibawa oleh Sherpa. Loh kok Sherpanya 2?! Ya kami menambah 1 orang Sherpa lagi karena ternyata over baggagenya terlalu over. wkwkw. Untuk Sherpa tersebut, grup kami membayar biaya tambahan 300 USD all in, yang kemudian dibagi rata ke 6 orang. Jadi saya perlu membayar 50 USD atau sekitar 750ribu untuk jasa tersebut. Mahal? iya! Makanya saya dapat memberikan kamu 2 saran : (1) Jangan bawa terlalu banyak barang karena ternyata banyak barang yang tidak akan terpakai atau (2) Kalau barang kamu ternyata tetap banyak, tapi tidak mau bayar. Yaudah bawa sendiri! Jadi, kamu perlu mempersiapkan carrier. bukan daypack. bukan.
Budget : Mungkin apabila kamu melakukan arrangement sendiri, melakukan perjalanan trekking ke Everest Base Camp dapat sangat terjangkau. Kamu dapat menghemat budget sangat besar dibandingkan dengan menggunakan operator. Namun, saya beserta rombongan memilih untuk menggunakan jasa Fitrek Indonesia (Indonesia) yang berkolaborasi dengan Unlimited Destination (Lokal Nepal). Untuk dapat mencapai Everest Base Camp, kamu perlu menyiapkan budget untuk membayar operator sekitar 1600 USD atau 24 juta rupiah pada kurs saat ini. Namun jangan salah, budget tersebut masih belum termasuk tiket pesawat dan peralatan loh :). Saya akan membahas total budget yang saya habiskan pada postingan berikutnya.
Pengalaman Trekking Di Everest Base Camp – Kaki Atap Dunia
Hari ke-1 : Jakarta – Malaysia – Kathamdhu
Malam sebelum keberangkatan saya hampir tidak bisa tidur karena perasaan yang campur aduk memikirkan hari esok. Perasaan antara grogi, takut ada peralatan yang tertinggal, takut bablas atau bahkan ketinggalan pesawat, semua menjadi satu. Jam sudah menunjukkan jam 11 malam, mata terasa berat tetapi hati terus memaksa – nya untuk terbuka. Ah, besok bisa tidur di pesawat pikirku. Ga usah lebay Ndre, pesawatnya baru jam 09.45 loh! Untungnya rasional ku jalan dan aku segera mengabarkan beberapa orang teman untuk morning call, menyetel banyak alarm mulai dari jam 05.00, 05.15, 05.30 dan terakhir jam 06.00 serta berbagai rencana darurat lainnya untuk memastikan jam 6 pagi sudah bangun. Dan ternyata persiapan ini sangat tepat untuk dilakukan karena akhirnya sekitar jam 1 pagi saya tertidur pulas. Blas.
Sekitar jam 05.50, HP-ku berdering, sangat bete rasanya karena saya kan inginnya bangun jam 6 pagi. seperti biasa. saya ingin tidur sejenak. Dari seberang sana terdengar percapakan.
Saya : Siapa ya? (dengan nada terganggu)
Driver : Ini dari Blue Bird Pak. Mau ke Bandara pak?
Saya : #tersadar! Oh iya, betul Pak. tunggu sebentar ya Pak saya siap – siap.
Driver : Baik Pak Andre, saya tunggu di bawah ya Pak.
Segera saya beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi, melakukan persiapan. 30 menit kemudian saya sudah siap dan segera meminta bantuan driver Blue Bird untuk membantu saya mengangkat peralatan saya dari kamar di lantai 2 menuju parkiran. Dia hanya terheran melihat barang bawaan yang begitu banyak, tapi dia diam saja tidak bertanya :). Ketika kami sudah siap berangkat, tidak lupa saya bilang ke Pak Driver untuk singgah ke Indomaret karena pastinya harga makanan di bandara pasti mahal. Di Indomaret pun saya membeli roti + susu untuk mengganjal perut karena berdasarkan riset, toh nantinya di pesawat saya akan mendapatkan makanan. Kira – kira jam 07.00 saya sudah sampai di Bandara Soekarno Hatta.
Begitu tiba di Bandara, saya segera menuju Maxx Coffee, tempat grup kami berkumpul. Ternyata banyak yang sudah di sana dan mereka sedang ngopi cantik. Saya diinfokan untuk mengumpulkan duffle bag di salah satu bagian, ternyata kami dibantu oleh salah seorang rekan yang bekerja di bandara untuk membantu memasukkan bagasi ke pesawat. Jadi selesai sarapan, masing – masing dari kami telah mendapatkan boarding pass dan tag bagasi. Setelah kami mendapatkan boarding pass dan tag bagasi, kami segera melewati imigrasi untuk mendapatkan izin bepergian ke luar negeri. Rupanya saya duduk di barisan kursi ke-5, sementara rekan lainnya berada di kursi baris pertama dan kedua. Saya duduk sendiri karena saya tiba di bandaranya aga telat, dibandingkan rekan perjalanan lainnya. Ywd, gpapa. toh saya memang berencana untuk tidur sepanjang perjalanan. hehe.
Waktu menunjukkan pukul 1 siang dan kami telah tiba di Bandara Kuala Lumpur (KLIA1) untuk kemudian transit selama 5 jam, sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kathmandu, Nepal. Saya sebenarnya berencana untuk berkunjung ke ibukota Malaysia, Kuala Lumpur, tetapi kemudian mengurungkan niat saya karena 2 alasan : (1) jarak perjalanan dari KLIA – KL sekitar 45 menit / perjalanan dan (2) antrian imigrasi yang cukup padat. Akhirnya kami memutuskan menuju ke KLIA2 menggunakan MRT yang terletak di sana untuk keliling – keliling dan makan siang. Hati saya dan Jimmy jatuh ke Burger King yang terletak di dalam Bandara untuk makan dan menghabiskan waktu sembari menanti pesawat lanjutan. Saya juga sempat menggunakan kursi pijat yang terletak hampir di setiap sudut bandara. Dengan kocek sebesar 50ribu, kamu sudah dapat menikmati layanan ini selama 30 menit.
1 jam sebelum keberangkatan, tepat pukul 5 sore, kami segera bergerak kembali ke gate untuk check in memasuki pesawat ke Kathamandhu, Nepal. Perjalanan ini memerlukan waktu selama 5 jam sebelum kami disambut sebuah papan bertuliskan Welcome To Nepal di Tribuhavan International Airport. Kami tiba di Kathmandu sekitar pukul jam 9 malam. Dan hal yang pertama kami lakukan adalah? 100 untuk Anda yang menebak kami mencari SIM CARD! Ya SIM CARD karena ini adalah nyawa dari siap traveller yang ada di dunia. Siapa sih yang ga mau update status instagram, fb, twitter atau social media lainnya dengan caption ig kekinian? Selain itu, kamu juga bisa memberikan kabar kepada keluarga, pacar dan teman yang ada di Indonesia. Kami mengantri cukup panjang karena tidak ada barisan yang jelas dan petugas yang membantu terbatas. Kamu perlu sedikit niat lebih untuk berdesak – desakan berebut SIM Card. Padahal ini jam 9 malam! Mirip sekali dengan rebutan barang saat midnight sale di Jakarta. Kami menyarankan untuk kamu yang memerlukan hubungan ke dunia maya, untuk tidak sharing melainkan memilikinya sendiri. Toh harganya mirip dengan paket internet di Jakarta bukan?
Tips : Terdapat counter NCELL di dekat pintu keluar bandara. Untuk kami yang mau menghemat budget, kamu wajib membeli SIM Card NCELL di sini. Dengan budget sekitar 900 NPR, kamu dapat memperoleh paket data 4G 15GB. Harga di kota, daerah Thamel misalnya, cukup mahal. Cukup siapkan 1 lembar pas foto 4×6 dan passport.
Perjuangan panjang di hari pertama selesai setelah kami tiba di hotel. Jaraknya hanya sekitar 30 menit perjalanan dari Bandara. Kami sendiri menginap di Kathmandhu Suite Home, sebuah hotel bintang 3 di daerah Thamel. Harganya yang ditawarkan dan fasilitas yang kamu dapatkan sangat sesuai sekali! Saya pun suka sekali tinggal di sini. Kasur yang empuk, bantal yang enak dan disembur dinginnya AC yang sejuk menutup kegiatan hari pertama ini.
Hari ke-2 : City Tour di Kathmandhu
Hari kedua dimulai dengan sarapan di hotel. Menu sarapan dapat dibilang biasa saja karena mungkin hotelnya bintang 2,5 ya. Yang membuat saya senang adalah kita dapat memesan kopi yang diracik langsung oleh Barista dari hotel tersebut. Jadi ya rasanya cukup enak bagi saya yang memang mengonsumsi kopi hampir 3x sehari. Agenda hari ke-2 adalah city tour di mana kami berkunjung ke 3 lokasi, yaitu Boundhanath Stupa, Kathmandhu Durbar Square dan Monkey Temple.
Lokasi pertama adalah Boundhanath Stupa, sebuah stupa yang kabarnya merupakan salah satu stupa terbesar di dunia. Saat ini situs bersejarah ini telah dilindungi oleh UNESCO. Naas, gempa Nepal beberapa waktu lalu sempat merusak beberapa bagian dari gedung ini. Situs ini sangat dikenal dan dianggap suci oleh umat beragama Buddha. Untuk masuk kamu perlu menyiapkan sekitar 250 NPR, namun biaya ini umumnya telah masuk ke dalam paket EBC Trekking yang disediakan oleh beberapa operator. Menurut saya sendiri, tempat ini sangat bagus karena dikelilingi oleh rumah – rumah kuno bergaya Eropa sehingga kamu merasa kebingungan sedang ada di mana, ini Nepal atau Eropa sih? #lebay. Selain itu, di lokasi ini kita juga dapat memberi makan burung – burung yang beterbangan di pinggiran stupa. Berdasarkan kepercayaan dari teman kita yang beragama Buddha, kita dianjurkan untuk mengelilingi stupa tersebut sambil memutar seluruh lonceng yang terdapat di pinggirannya searah jarum jam. Dengan menjalankan anjuran tersebut, kita akan dapat memurnikan hati dan jiwa kita.
Setelah puas mengelilingin stupa, kami melanjutkan perjalanan ke Kathmandhu Durbar Square. Situs ini merupakan pusat dari kerajaan Nepal di masa dulu, sebelum akhirnya Nepal berganti cara pemerintahan dari kerajaan menjadi dipimpin oleh seorang Perdana Menteri yang sekarang bernama Khadga Prasad Sharma Oli. Situs ini juga sempat hancur karena gempa Nepal pada tahun 2015 dan sampai cerita ini ditulis, masih belum selesai direstorasi. Walaupun begitu, keindahan dari bangunan bernuansa istana ini tetap megah untuk dinikmati. Banyak sekali rumah makan di sekitaran situs ini sehingga kamu dapat singgah untuk makan siang ataupun sekedar ingin membeli ice cream.
Situs terakhir yang kami kunjungi adalah Monkey Temple. Untuk mencapainya, kamu akan dipaksa untuk berjalan sekitar 5 – 10 menit menaiki bukit kecil karena letak dari temple tersebut yang berada di atas bukit. Namun, perjuangan itu akan terbayar ketika kita sudah sampai karena kita dapat melihat seluruh kota Nepal dari situs ini. Sungguh menakjubkan. Hmm, mungkin mirip ketika kita sedang makan di Bukit Bintang, Bandung. hehe. Setelah selesai berkeliling kota, ini saatnya untuk kami ke hotel untuk mempersiapkan seluruh kebutuhan kami untuk trekking ke ebc – Everest Base Camp.
Di hotel kami diberikan sebuah tas duffle bag bewarna hijau dengan tulisan unlimited destination. Ternyata untuk paket yang telah kami bayarkan, kami juga mendapatkan tas berukuran medium (kapasitas 70 L). Namun, tas ini saya tinggal di hotel dan tidak dibawa ke Everest Base Camp, karena saya telah memiliki duffle bag North Face berukuran 132 L (XL). kamu bisa membelinya secara online di BUKALAPAK. Menurut saya, ukuran tersebut sangat tepat karena seluruh barang dapat dimuat dan masih menyisakan sedikit ruang untuk mereka bernapas :). Selesai melakukan packing, saya segera bersiap untuk beristirahat karena kami harus menuju bandara pada pukul 6 pagi.
Hari ke-3 : Penerbangan Ke Lukla, Hari Pertama Trekking
Alarm yang telah saya stel jam 4.30 pagi akhirnya berdering membangunkan kami pagi itu. Segera saya mandi dan mempersiapkan seluruh hal yang diperlukan. Begitu yakin bahwa seluruh tas telah masuk ke dalam duffle bag, saya segera menuju ke lobby hotel untuk check out dan mengumpulkan barang bawaan saya. Sementara saya sarapan, petugas hotel membantu kami untuk menaikan seluruh barang bawaan tersebut ke kendaraan yang akan membawa kami ke Bandara. Jam 6 tepat, kami bergerak menuju bandara dan menemukan bahwa bandara tersebut penuh sesak dengan orang – orang yang ingin terbang ke Lukla, Pokhara atau destinasi wisata Nepal lainnya. Untung kami berangkat lebih awal pikirku. Untuk mencapai ruang tunggu, kami memerlukan waktu sekitar 1 jam dari parkiran dan mencapai ruang tunggu jadi sebaiknya kamu juga perlu meluangkan waktu sekitar 2 jam sehingga tidak terlalu tergesa – gesa.
Tips : Berat barang bawaan maksimal yang boleh masuk bagasi + kabin adalah 15 kg. Jadi pastikan salah satu rombongan kalian membawa timbangan digital untuk mengecek berat barang bawaan.
Kami menaiki pesawat berpenumpang 15 orang ketika terbang menuju Tenzing – Hillary Airport Lukla. Sungguh beruntung, karena kami disuguhkan pemandangan pegunungan Himalaya dari atas pesawat, bahkan kami dapat melihat puncak dari gunung tertinggi di dunia, Everest! Jadi pastikan kamu duduk paling belakang di sebelah pramugari dan membawa kamera untuk mengabadikannya. Begitu mendarat di Lukla, kami bertemu dengan Badal, assistant guide, yang telah bersiap dengan 6 orang porter untuk membantu membawakan barang sampai dengan akhir perjalanan nanti. Sebelum memulai perjalanan, kami bertemu dengan rombongan lain dari Indonesia yang ternyata merupakan saudara dari Ka Erika, yaitu Ka Anita dan Om Manung di tea house. Sambil mengobrol, kami mendengarkan arahan dari Dev Gurung, main guide, mengenai rencana perjalanan kami nanti. Dan hari ini kami akan menuju ke daerah Phakding. Kira – kira seperti ini lah petanya.
Perjalanan ke Phakding menempuh waktu 4 jam. Kami berjalan menurun terus sampai ke Phakding. Ketika sebagian orang senang, saya termasuk orang yang tidak suka dengan turunan di awal. Wah, ngutang ni! karena ketika kamu merasa letih ketika perjalanan pulang, kami masih harus mendaki lagi. Saya berpikir lebih jauh, “Jadi sebenarnya ini mau pulang atau baru mau naik Y_Y”. Kami melewati Dudh Kosi, yang berarti sungai susu, dalam perjalanan menuju jalur utama ke Namche Bazaar. Hari ini merupakan saatnya pemanasan karena jalur trekkingnya yang tidak begitu susah dan dapat ditempuh dengan waktu yang relatif cepat. Setelah melewati daerah Ghat (2550 m), kami hanya perlu berjalan 15 menit ke Phakding dan mencapai tea house, tempat kami menginap malam itu. Untungnya penginapan hari ini memiliki fasilitas air panas. Kami mulai mengenal makanan – makanan khas Nepal malam ini, dan saya yang suka berpetualang, tentunya memilih . . . . nasi goreng sebagai makan malam saya hari ini.
Tips : Malu bertanya, sesat di jalan. Keran air panas mereka memiliki letak yang berbeda dengan di Indonesia. Di Indonesia, keran air panas terletak di sebelah kiri, sedangkan keran air panas terletak di sebelah kanan di sini. Cukuplah saya saja yang menjadi korban mandi air dingin. #galebay #mandiairdingindisuhuminus
Malam pertama ini kami lewati dengan canda tawa karena batas maksimal bercanda di Everest Base Camp adalah 4.000 mdpl #tanyakenapa. Jadi kami tertawa sampai puas dengan mengobrol dan membicarakan tentang telah dimulainya perjalanan ke Everest Base Camp ini dan topik yang paling seru dibahas adalah persiapannya.
Hari ke-4 : Phakding ke Namche Bazaar
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Hari ke-5 : Aklimatisasi di Namche Bazaar
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Hari ke-6 : Namche Bazaar ke Tengboche
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Hari ke-7 : Tengboche ke Dingboche
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Hari ke-8 : Beradaptasi di Kedinginan Dingboche
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Hari ke-9 : Dingboche ke Lobuche
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Hari ke-10 : Berhasil sampai di Everest Base Camp
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Hari ke-11 : Gorakshep ke Periche
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Hari ke-12 : Periche ke Namche Bazaar
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Hari ke-13 : Namche Bazaar ke Lukla
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Hari ke-14 : Kembali ke Kathamdhu
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Hari ke-15 : Istirahat
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Hari ke-16 : Sampai di tanah air dengan selamat
[Bersambung . . .] – Baru sampai hari ke-3
Sejauh ini apakah kalian suka dengan ceritanya? Komen di kolom di bawah ya.
Kalau suka, saya akan melanjutkannya.
Kalau tidak suka, saya juga akan tetap melanjutkannya.
Jangan lupa subscribe blog ini ya 🙂
Terima kasih Andre jadi nostalgia jalan sama bosque.
Terima kasih Om Adi untuk kunjungannya. hehe.
Ditunggu untuk trip berikutnya.
Suka banget Andre, kangen jalan bareng semua lagi. Ditunggu lanjutan nya ya ??
Sama – sama kak Yessy. Kalau mau request foto dipajang boleh loh kak. hehe