Saat ini Negara Indonesia sedang mempersiapkan pemilu pemilihan Presiden (pilpres) yang akan dilangsungkan pada tanggal 17 April 2019 nanti. Banyak drama dan intrik yang terjadi di pemerintahan, banyak hoax yang disebarkan. Semua disajikan untuk menarik minat masyarakat untuk mendukung salah satu pasangan calon. Rupa – rupanya, panggung politik tersebut tidak terjadi hanya di pemerintahan saja loh! Di tempat kerja pun banyak kita jumpai banyak pergelaran politik. Praktik senggol bacok, sikut menyikut, jegal menjegal dan saling menjatuhkan merupakan suatu pemandangan biasa. Banyak karyawan yang cepat naik jabatan karena pintar mengambil hati dari bos. Semakin pintar ia mengambil hati dari bos, semakin baguslah posisinya. Itu beranti semakin tinggi juga posisi, dan tentu tidak usah Anda tanya, semakin tinggi juga gajinya.
Gerakan “menginjak ke bawah” untuk “menjilat ke atas” ini pun pada akhirnya menghalalkan segala cara karena kompensasi posisi dan gaji yang dipertaruhkan. Kalau bawahannya salah, ia melaporkannya ke atas, sebelum dia dipersalahkan. Padahal seharusnya ia bertanggung jawab sebagai atasan bukan? Demikian juga kalau bawahan bagus, maka tebak yang dia lakukan? Yup! Dia akan “pasang muka” di hadapan atasan dan berlagak seolah – olah ide dan kontribusi baik itu hanyalah datang dari dirinya. Itulah praktis “politik kantor”.
Politik kantor akan kita jumpai di hamper setiap perusahaan yang seperti ini. Bedanya, ada yang kadarnya besar, ada juga yang kadarnya kecil. Ada yang menjegal dengan terang – terangan, tetapi ada juga yang lempar batu dan sembunyi tangan. Benar – benar tidak ada bedanya dengan kepiting kepiting yang di jual di pasar. Ada kepiting yang naik ke atas keranjang dengan cara menarik turun kepiting kepiting yang lain. Bagaimana sikap kita sebagai orang beriman dalam menghadapi politik kantor?
Nah, rupanya praktik jegal menjegal, tarik menarik, sikut menyikut ataupun praktik saling menjatuhkan tidak hanya terjadi di zaman ini saja. Ribuan tahun yang lalu, yaitu pada zaman raja Darius dinobatkan sebagai raja di babel, praktek seperti ini sudah terjadi. Yang menjadi korban adalah tokoh alkitab yang bernama Daniel. Hal ini tertulis di dalam kitab Daniel pasal 6. Para wakil raja dengan sangat licik berusaha menjatuhkan Daniel dengan cara membujuk raja untuk membuat undang – undang yang bisa menghukum Daniel karena dia beribadah kepada Tuhan. Padahal kalau kita belajar lebih jauh mengenai Daniel, dikenal juga dengan nama Beltsazar, kita sadar bahwa Daniela dapat menjadi wakil raja bukan dengan cara memalukan dengan politik kantor seperti ini. Daniel murni menjadi wakil raja karena hikmat yang dimilikinya, karena kecakapan dalam pekerjaannya, bahkan karena kesempurnaan dalam segala sesuatu yang dikerjakannya. Dikatakan bahwa mereka tidak akan mendapat dakwaan apapun!
Kisah Daniel ini kiranya dapat menjadi penyemangat bagi diri kita bahwa kita pun dapat menduduki posisi top di perusahaan tanpa harus menjilat atasan dan menginjak bawahan kita!
Picture by : yourstory.com
Every body bring joy to this office. Some when they enter, some when they exit…
Anonim